Gayus Lumbuun: Penegak Hukum Perlu Dikembalikan pada Kewenangan Masing-Masing

FOTO: Prof Gayus Lumbuun, melihat perlunya pengembalian kewenangan masing-masing lembaga penegak hukum

JAKARTA — Mantan Hakim Agung, Gayus Lumbuuu, menyebut adanya tumpang tindih kewenangan para penegak hukum. Semua lembaga penegak hukum harus dikembalikan pada kewenangan masing-masing.

Gayus mengatakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) sukses membongkar kejahatan besar di balik kasus pembunuhan Ronald Tannur, yang di sana ada penemuan uang tunai hampir Rp.1 triliun dan 51 kg emas, serta dugaan keterlibatan mantan  pejabat tinggi Mahkamah Agung (MA) berinisial ZR. 

Sekalipun itu sukses, menurut Gayus, seharusnya jaksa tidak menangani perkara itu sendiri. Dalam kasus itu jaksa menjadi penyidik sekaligus penuntut umum. 

Sesuai ketentuan di KUHAP, menurut Gayus, kepolisian diberi wewenang khusus dalam melakukan penyidikan. Dengan kata lain, polisi merupakan penyidik tunggal dalam perkara pidana. Hal tersebut juga termaktub dalam Perkap No. 14 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa polisi adalah penyidik utama. 

Tidak hanya itu, menurut Gayus, tumpang tindih penegakkan hukum juga dari aspek penuntutan. Merujuk ketentuan pasal 1 ayat (6) KUHAP, Jaksa yang memiliki kewenangan melakukan penuntutan. 

“Tapi faktanya tidak demikian. Ternyata ada lembaga lain yang bisa melakukan penuntutan di pengadilan,  yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini juga bentuk overlap dari penegakkan hukum,” kata Gayus.

Peran jaksa sebagai penuntut umum juga diatur dalam beberapa peraturan. Antara lain: Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia: Pasal 2 dan Pasal 3; Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP): Pasal 1 ayat (3), Pasal 140, dan Pasal 141; Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia; dan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No. 17 Tahun 2018 tentang Tata Kerja Penuntutan.

Merujuk berbagai ketentuan itu, kata Gayus, jaksa ditunjuk sebagai penuntut umum. Jaksa memiliki kewenangan penuntutan terhadap tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana.

KPK maupun Kejagung, kata Gayus, harus fokus pada bidang kerja masing-masing.  KPK sebagai lembaga yang dibentuk untuk menangani tindak pidana korupsi jangan ikut-ikutan menjadi penuntut. 

Dengan tumpang tindik hukum, Gayus mengusulkan adanya kodifikasi atas berbagai aturan bagi penegak hukum. Perlu dibuat model omnibus law tentang UU Penegakkan Hukum dari beberapa lembaga hukum. “Perlu disinkronisasi dari berbagai aturan agar sesuai dengan kewenangan masing-masing lembaga,” kata Gayus.

Kodifikasi atau omnibus law, menurut Gayus, merupakan hal penting. Tujuannya agar semua lembaga penegak hukum bisa bersama-sama dengan kewenangan masing-masing. Sehingga penegakkan hukum bisa berjalan dengan baik.